Senin, 21 Desember 2009

Kamis, 05 Februari 2009

The Love Comes True...

“Hi Gwen….” Sapa Steve. “Ohh… eh.. Hi” balas Gwen terkejut, bukan hanya karena kamunculan Steve yang memang tiba-tiba tapi karena Steve yang muncul. Stevbe termasuk siswa populer di sekolah. Rambutnya cokelat kekuningan dengan tubuh atletis seperti pemain basket. Sangat sempurna.

“Maaf kalau aku mengejutkanmu, aku lihat tadi kau tampak kebingungan.” Ujarnya dengan wajah menyesal. “Eh, tidak apa-apa Steve. Tadi aku sedang mencari lembaran tugas matematika ku, sepertinya tercecer.” Gwen berusaha menjelaskan setenang mungkin walaupun dalam hati ia merasa gugup. Maklum saja, selama ini Gwen memang tertaarik pada Steve. Ia tidak menyangka bahwa Steve akan menyapanya karena biasanya Steve hanya mau berbicara pada wanita-wanita cantik bergaya ala Paris Hilton.

Bukannya Gwen tidak cantik, malah dia bisa dibilang sangat cantik dan cukup stylish, hanya saja ia pemalu. Jadi ia sedikit mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan oang lain termasuk laki-laki apalagi jika laki-laki tersebut adalah Steve.

“Jadi begitu, boleh aku bantu mencarinya?” Steve menawarkan diri membuat Gwen semakin meleleh. “Tidak, tidak usah Steve. Aku tidak mau merepotkan.” Tolak Gwen basa-basi, jelas sekali ia sebenarnya ingin Steve membantunya supaya Gwen bisa lebih lama lagi bersama Steve.

“Tidak apa-apa Gwen, aku akan dengan senang hati membantu.” Ucapnya tulus diserta senyuman yang membuat jantung Gwen hampir melompat dari tempatnya.

“Benarkah? Baiklah kalau begitu. Mungkin akan lebih baik bila ada yang membantuku.” Gwen menyetujuinya. “Benar sekali. Lalu dimana terakhir kali kau meletakannya?” Tanya Steve. Gwen diam sejenak berusaha mengingat-ingat. “Umm… Aku rasa aku meletakannya di bawah buku ini.” Jawab Gwen kurang yakin sambil menunjuk ke salah satu buku di dalam loker.

Steve langsung mengambil buku tersebut, membolak-balik lembarannya namun ia tidak menemukan apa-apa, ia juga mencari dibagian lain loker Gwen sementara Gwen mencari dalam tasnya. Setelah lumayan lama mencari akhirnya “Ini dia Gwen, rupanya terselip di bawah baju olahragamu.” Steve memberikan lembaran tersebut pada Gwen.

“Wah, bodoh sekali aku tidak mencarinya disitu. Terima kasih Steve!” Ucap Gwen sumringah.

“Ia, sama-sama.” Balas Steve. Gwen hanya tersenyum, ia tidak tahu harus berkata apa lagi. “Mm.. So… Apa kau sudah makan siang?” Tanya Steve mengejutkan Gwen.

“Ha? Eh.. belum, kenapa?” “Bagaimana kalau kita makan siang bersama?” Ajak Steve. Gwen tersipu, ia terlalu senang mendengar ajakan tersebut hingga tidak menjawabnya. Steve mengira Gwen akan menolak ajakannya.

“Ah.. Anggap saja ini ucapan terima kasih karena aku telah membantumu mencarikan lembaran tugasmu tadi. Jadi, kau harus mentraktirku!” Jelas Steve lalu tersenyum.

Gwen tertawa kecil “Aku sudah menduga. Baiklah, ayo kita pergi” Ajak Gwen.

Mereka pun pergi ke restoran yang tidak jauh dari sekolah mereka. Sepanjang perjalanan mereka berbicara banyak. Namun justru Gwen yang pemalu lah yang banyak menceritakan tentang dirinya, mungkin karena ternyat Steve orang yang sangat menyenangkan sehingga mampu membuat Gwen merasa nyaman.

“Jadi kau berpikiran bahwa Rob dan Katy saling menyukai?” tanya Steve sambil menyantap makan siangnya ketika mereka membahas tentang teman-teman Gwen.

“Yea… Aku yakin sekali terutama Katy, dia telihat sangat tertarik pada Rob. Lagipula mereka terlihat serasi.”

“hmm… Sepertinya kau dekat sekali dengan Gwen?” tebak Steve.

“Ya, aku sangat percaya padanya. Bahkan aku telah mengangkatnya menjadi saudari kembarku sendiri.” Jawab Gwen sambil tertawa.

“Wahh.. beruntung sekali dia kau angkat menjadi saudari kembarmu, kau kan sangat cantik.” Puji Steve dan tentu saja ini membuat semburat merah di pipi Gwen semakin jelas.

“Kau ini bisa saja….”

“Aku serius Gwen!” Ucap Steve membuat semburat tersebut jauh lebih merah karena malu. ‘Sangat memalukan’ pikir Gwen dalam hati.

“Ah.. Terima kasih! Lalu, bagaimana dengan Brunett?” Tanya Gwen mengalihkan pembicaraan. “Aku rasa dia baik.” Jawab Steve santai.

“Aku rasa?”

“Aku sudah putus dengan Brunett jadi aku tidak tahu pasti bagaimana kabarnya.” Jelas Steve. Gwen sangat senang mendengarnya tapi ia tetap penasaran “benarkah? Aku tidak tahu. Bagaimana bisa?”

“Entahlah, mungkin karena dia bosan padaku.” Jawab Steve dengan gaya santainya. Sepertinya ia memang tida terlalu peduli.

“Oh. Sepertinya kau tidak sedih.”

“Memang. Untuk apa bersedih? Aku juga merasa dia bukan orang yang tepat untukku. Dia hanya suka ketika kami berjalan bersama, orang lain menatap kamu dengan tatapan iri.”

“Jadi maksudmu ia haus dengan kepopuleran?” tanya Gwen tidak terkejut. Ia sudah menyangka itu. ‘Gadis pirang bergaya bitchy, apalagi yang diinginkanya?’ pikir Gwen

“Ya begitulah..” Gwen terdiam sejenak, berpikir bahwa ternyata Steve tidak seburuk orang-orang pikir. Selama ini semua orang berpikir bahwa Steve playboy hingga mematahkan hati banyak wanita supaya ia dianggap keren oleh teman-temannya tapi nyatanya dia hanya ingin mencari seseorang yang tepat untukknya.

“Gwen… ayo kita pergi!” Ajak Steve sambil menepuk pelan punggung tangan Gwen. “eh, ia, aku bayar ini dulu” kata Gwen, ia merasa malu karena tertangkap basah sedang melamun.

“Tidak perlu, aku sudah membayarnya!” Cegah Steve ketika Gwen hendak memanggil pelayan.

“Kau? Bukankah aku yang mentraktirmu?”

“Memang. Tapi setelah berbicara banyak denganmu aku merasa senang. Jadi aku pikir sepertinya lenih adil bila aku yang mentraktirmu.”

Penjelasan tersebut membuat Gwen melayang. Ia benar-benar tidak menyangka. Ia bahkan sempat berpikir kalau Steve akan bosan mengobrol dengannya. Mereka pun pergi, Steve mengantarkan Gwen sampai ke depan rumahnya lalu pulang tanpa mampir dulu karena memang sudah terlalu sore.

Sesampainnya di rumah, Gwen terus-terusan memikirkan makan siangnya yang indah bersama Steve. Ia jadi sangat tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Steve di sekolah besok.

Bel pintu berbunyi, Gwen bergegas membuka pintu. Ia mendapati Rob berdiri disana “Hi Rob, ada apa?” tanya Gwen heran. Rob mundur selangkah dan memberikan sebuket mawar putih sambil berkata “I Love You, Gwen!”

Minggu, 25 Januari 2009

Are we think about party?

"Well... Sebenarnya aku hanya kurang tidur. Semalam Leon mengajakku ke pesta ulang tahun temannya."
"Oh, untunglah. Aku pikir sesuatu terjadi padamu." Ucap Chloe lega.
"lalu bagaimana pestanya? Apakah menyenangkan?"
"Tentu saja. Dj Felix hadir disana, and you know, he's totally awesome. Aku sampai tidak bisa berhenti bergoyang." Taylor terdengar mulai bersemangat.
"Apa? Felix? Oh my god.. Aku benar-benar ingin melihatnya secara langsung. Apa dia lebih keren?" Chloe yang memang pecinta party tak kalah bersemangat. "Yeaa..Dia sangat sangat keren. Sabtu ini dia akan menjadi bintang tamu di Stardubs. Aku pikir kalian semua tidak akan melewatkannya, bukan?"
"Are you serious? Tentu saja aku datang, Aku tidak akan melewatkannya!" Chloe sangat antusias dengan ajakan tersebun begitu juga yang lain walaupun tak seantusias Chloe.

Mereka pun berbicara panjang lebar tentang acara weekend tersebut. Rob menawarkan diri untuk menjemput Katy dan tentu saja Katy menyetujuinya. Sementara Taylor akan pergi bersama Leon, kekasihnya sejak 2 bulan lalu. Gwen dan Chloe sudah pasti tidak membutuhkan pasangan, karena mereka yakin akan ada bnanyak laki-laki yang menginginkan mereka.
"
Hahahaha...... Jadi kamu pikir dia akan mengajakmu ke lantai dansa nanti?" tanya Rob tidak percaya. Gwen terlihat sedikit kesal dengan pertanyaan Rob "Tentu, tidak mungkin ada laki-laki yang mau melewatkan untuk bisa berdansa denganku!"
"Oke, mungkin Steve tidak akan melewatkannya, tapi aku sudah pasti tidak akan mengajakmu berdansa." Suara Rob terdengar sangat yakin.
"Oh tentu saja kau akan melewatkannya, kau kan tidak suka wanita." Ejek Katy disertai tawa teman-temannya
"That's stupid, Kate! Bukan itu maksudku. Hanya saja tidak pernah terpikirkan olehku. Entahlah, mungkin karena aku terlalu sering melihat Gwen. Lagipula jika aku tidak menyukai wanita, lantas kau ini apa, Kate?"
Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Rob membuat Katy sedikit terkejut terutama kalimat terakhir. Entah apa maksud kata-kata itu. Namun perhatian Katy teralihkan ketika Gwen berkata
"Jadi, kau pikir aku ini terlalu membosankan untuk dilihat? Ouchhhh... Itu sangat menyakitkan Rob!" dengan nada sedih dan wajah tertunduk dan tentu saja tidak serius.
Mereka hanya tertawa melihat tingkah laju Gwen yang seperti anak kecil yang tidak dibelikan es krim oleh ibunya.
Tak lama kemudian Katy dan Rob pergi untuk menghadiri kelas mereka. Kebetulan kelas mereka sama hari ini. Sedangkan Gwen dan yang lain mengahdiri kelas yang berbeda,

***

"Pssst.............." Rob menyenggol Katy sewaktu Mr. Borowski sedang menjelaskan. "What?!" Tanya Katy. Rob tidak menjawab, bahkan tidak menoleh sedikitpun seolah-olah bukan dia yang memanggil Katy.
"Katee...." bisik Rob dari belakang. Katy hanya menoleh dan lagi-lagi melihat rob acuh tak acuh.
"Katy... ini penting sekali" bisik Rob sekali lagi sambil membuat ketukan kecil di bahu Katy,
"Whatttt?!!" Tanya katy emosi. Ia memang tidak begitu suka diganggu saat sedang dalam kelas. Bukannya sok pintar, tapi ini memang menjadi kewajibannya sebagai murid beasiswa.
Semuanya dikontrol makanya Ia harus tetap fokus, jika tidak ia akan kehilangan beasiswanya, dan tentu itu akan menyulitkannya walaupun Katy adalah seorang anak pengusaha kaya di Indonesia yang sudah pasti mampu membiayai Katy sekolah diluar negeri.
Tetapi orang tuanya tidak pernah mengizinkannya karena mereka takut Katy akan terjerumus ke hal-jal negatif. Dengan adanya beasiswa ini, orang tua Katy tidak bisa menolak kepergian Katy karena tidak bisa dipungkiri mereka sangat bangga akan kemampuan Katy.
"Tidak, hanya senang melihat wajahmu yang sedang kesal seperti itu. Sangat lucu!" Jawabnya tidak berdosa.
Katy hanya melengos mendengarnya. Ia kesal sekali jika Rob sudah muali tidak jelas seperti itu, namun saat memalingkan wajah dari Rob, Katy sempat tersenyum kecil. Entah apa maksudnya.

"Kate, tunggu aku!" Teriak Rob dari belakang.
Katy berhenti tanpa menoleh. Ia berusaha memasang wajah sedingin mungkin menunjukan bahwa dia sedang kesal pada Rob.
"Kenapa terburu-buru?" Rupanya Rob sama sekali atau berpura-pura tidak tahu kalau Katy berusaha marah padanya.
"Tidak, aku tidak terburu-buru. Ada apa?" Tanya Katy datar
"Ada apa? Pertanyaanmu konyol. Bukankah kita selalu bersama saat suka maupun duka?" Tanya Rob heran.
"Kau ini terlalu berlebihan!" Ucap katy masih berusaha keras terdengar datar.
"Aku tidak berlebihan. Saat aku senang, aku akan membaginya bersamamu. Namun saat aku sedih, aku tidak akan membaginya denganmu. Sama sekali tidak akan, tapi aku akan dengan senang hati memberi seluruh dukaku padamu, tanpa sisa sedikitpun. Dan aku tulus melakukannya!" Tentu saja bercanda karena di wajahnya tercetak jelas kalau dia sedang menggoda Katy.
"Kau ini jahat sekali." Ucap Katy, kali ini tidak berusaha terdengar datar, ia malah tersenyum. Ia sadar bahwa tidak akan mungkin bisa marah pada Rob. Mereka telah bersahabat sejak pertama kali Katy masuk sekolah. Banyak hal yang mereka bagi bersama namun tidak dengan ketiga temannya yang lain.
Bukan karena pilih kasih atu apa, mereka hanya merasa lebih aman.
Rob mengantarkan Katy pulang. Sepanjang perjalanan Katy menggandeng lengan Rob, mereka terlihat seperti pasangankekasih yang sangat serasi.
Tanpa sadar, ada sepasang mata yang memandang kearah mereka dengan tatapan tidak senang.

(wait for part 3)

Sabtu, 24 Januari 2009

Everything start from here

Perlahan Katy membuka mata, suasana biru langsung menyambut hangat. Lama dia membiarkan dirinya terbaring di tempat tidur hingga...
Cause if you jump I will jump too..
berdering keras dari hp Katy, membuatnya terkejut. Terlihat nama Rob di layarnya. "hey Kate, ready for a new day ?" Seseorang dengan suara berat dengan ramah menyapa Katy dari seberang sana. "Absolutely, I always ready." Katy membalas sapaan orang tersebut. Orang yang Katy tahu pasti bernama Rob.
"Good. Sekarang pergilah mandi dan jangan lupa sarapan"
"tentu saja, Rob."
"Well, Aku mau sarapan dulu! See ya lazy"
"see ya dirty"
tut..tutt..tut.. Telepon terputus dan Katy masih memandang Hp-nya sambil tersenyum. Sampai tanpa sadar Katy teringat kejadian 2 setengah tahun lalu, saat seseorang meneleponnya dan memintanya datang ke kantor orang tersebut. Katy sangat shocked begitu mendengar apa yang ingin orang tersebut sampaikan setibanya di kantornya.
"Selamat anda berhak atas beasiswa ini. Anda telah mengikuti test dengan baik!" Saat mendengarnya Katy merasa dirinya sedang berkhayal, bahkan ia sempat menertawai dirinya sendiri karena merasa bahwa khayalannya begitu jauh.
"Maaf.. Jadi bagaimana? Apa anda bersedia menerima beasiswa ini?" Kata-kata orang tersebut terdengar bagai petir yang selembut kapas di telinga Katy, mengejutkan namun membahagiakan.
"Jadi ini bukan sekedar khayalanku? Ini nyata?"
"Tentu saja, anda bisa melihat berkas-berkas ini!" Ucapnya disertai tawa ramah yang membuatku ingin pingsan. Bukan karena tawanya yang memang leembut tetapi lebih karena kata-kata yang meluncur dari mulutnya.

Karena kejadian itulah, Katy disini sekarang. Di Berlin, tempat yang awalnya hanya ada dalam mimpi-mimpi Katy. Tempat yang selalu menjadi tujuan utama Katy untuk mewujudkan semua mimpinya.
Dua tahun sudah Katy disini, belum ada rasa jenuh menyelimutinya. Hanya ada rasa rindu yang luar biasa kepada keluarga dan teman-temannya, tapi tentu saja itu masih bisa di atasi olehnya.
Hari ini adalah hari pertama di tahun ke 3 Katy di Freie High School im Berlin. Setelah tersadar dari lamunannya, Katy bergegas bangun dari tempat tidurnya dan bersiap untuk pergi ke kampus.
Begitu ia keluar dari apartemennya, Rob sudah berdiri disana.
Katy terkejut melihatnya "Rob, apa yang kamu lakukan disini?" "Tidak ada, aku hanya ingin menjemput tuan putriku."
"Sure, here's your princess!" Ucap Katy sambil menirukan gaya seorang putri raja dan disambut tawa kecil oleh Rob.
"Jadi, bagaimana tidurmu?" Tanyanya disela-sela perjalanan. Jalan kaki tentu saja, semua orang disini memang lebih memilih berjalan kaki daripada berkendara. Selain menyehatkan, tentu saja dapat mengurangi polusi. Berbeda sekali dengan Indonesia.
"Biasa saja, hanya teusik oleh telepon salah seorang lelaki yang kutahu pasti adalh penggemar beratku." Jawabnya dengan nada sombong yang dibuat-buat.
"Benarkah? Siapa laki-laki yang berani mengusik tidur putriku, katakan!"
Katy tertawa dan meninju pelan lengan Rob, "tentu saja orang tersebut tidak akan mengaku. Padahal jika ia mengaku, aku akan memberinya kecupan kecil"
"benarkah? Kau akan melakukannya? Kalau begitu aku akan mengusik tidurmu setiap pagi" kata Rob dengan nada antusias.
"Tentu saja. Tapi jika orang itu kau, aku rasa aku tidak akan melakukannya." Ucap Katy dengan senyum mencurigakan.
"What? Why?" Rob memasang mimik wajah kecewa.
Lagi-lagi Katy hanya tersenyum mencurigakan dan membuat Rob penasaran tetapi mereka tidak melanjutkan percakapan mereka karena tanpa sadar mereka telah tiba di kampus.
Mereka langsung menuju ke tempat teman-teman Katy yang lain berada. Dari jauh Katy melihat ada Gwen dan Chloe disana. Tentu saja mereka sedng membahas liburan lalu.

***

"Hai Kate, bagaimana liburanmu ?" Tanya chloe begitu Katy dan Rob menghampiri mereka.
"Menyenangkan dengan ditemani orang yang menyenangkan juga." Jawab Katy menggoda Rob.
Selama liburan kemarin memang hanya Rob dan Katy yang tidak ke luar kota, jadi mereka memutuskan untuk menhabisakan waktu liburan bersama. Rob nyengir mendengarnya.
"Hi all...." Taylor datang dengan wajah cemberut. Semua memperhatikan wajah Taylor yang sangat tidak biasa. Katy pun bersiap untuk bertanya namun "What's wrong Taylor?" Gwen lebih dulu bertanya.
"Well......................"

(Wait for part 2)